CURAHAN ILMU | "Selalu Mengalir Bagaikan Air"

Minggu, 13 Oktober 2019

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  13.13

Peluang Bisnis Mengolah Singkong Menjadi Nata De Cassava








Jual Starter Nata (Acetobacter xylinum)
Telp. 087875885444 (Whatsapp)


Nata de cassava adalah salah satu produk nata berbahan baku singkong. Nata de cassava secara tampilan mirip dengan nata de coco yaitu berbentuk jel, warna putih, kenyal, berserat tinggi. Nata de cassava lebih lunak tidak alot, dan aroma nya tidak terlalu menyengat dibanding dengan nata de coco-nata berbahan baku air kelapa. Nata merupakan bahan baku produk minuman kemasan yang sudah sangat popular dan banyak disukai kalangan. Saat ini kebutuhan air kelapa untuk industi nata de coco semakin bersaing, seiring dengan tingginya permintaan nata de coco. Ketersediaa bahan baku singkong yang melimpah menjadi keunggulan tersendiri pengembangan industry nata de cassava sebagai subtitusi nata de coco. Urutan proses pembutan nata de cassava adalah sebagai berikut:
1. Pengupasan
Singkong yang telah ditimbang, kemudian dikupas dengan menggunakan pisau. Kemudian singkong yang telah dikupas ditampung dalam ember yang berisi air agar tidak terjadi penambahan asam sianida yang menyebabkan warna singkong menjadi biru dan berasa pahit.
2. Pencucian
Singkong yang telah dikupas, kemudian dicuci hingga bersih dengan menggunakan air yang mengalir.
3. Pemarutan
Proses pemarutan dilakukan dengan menggunakan mesin pemarut. Proses pemarutan dengan menggunakan mesin pemarut lebih efesien dan lebih cepat.
4.Pengenceran
Singkong yang telah diparut kemudian diencerkan dengan penambahan air bersih kurang lebih 50 liter per 5 Kg umbi singkong yang telah dikupas. Air yang digunakan untuk pengenceran harus dengan menggunakan air yang bebas dari bahan kimia seperti kaporit atau tercemar bahan kimia lainnya.
5. Perebusan I
Tambahkan enzim αlfa-amilasi sebanyak 10-15 ml. Kemudian lakukan pengadukan sampai merata. Setelah mendidih, larutan diangkat kemudian pada saat proses pendinginan mencapai suhu kurang lebih 60-65˚C ditambahkan enzim gluco-amylase sebanyak 10-15 ml, biarkan sampai dingin kurang lebih 2-3 hari.
6.Penyaringan
Setelah larutan menjadi dingin lakukan penyaringan dan pemerasan/pengepresan dengan menggunakan kain atau menggunakan alat pengepres mekanik.
7.Perebusan II
Larutan sebanyak 50 liter yang telah disaring dan dipisahkan ampasnya, kemudian direbus lagi. Kemudian tambahkan asam asetat sebanyak 200 ml. Setelah mendidih tambahkan ZA (ammonium sulfat) sebanyak 150 gram.
8.Fermentasi / inkubasi
Siapkan nampan bersih, tutup koran dengan diikat karet ban secara melingkar pada bagian tepi nampan, lalu susun pada rak. Jika media larutan singkong telah mendidih, kemudian buka salah satu bagian ujung nampan, tuangkan larutan dalam keadaan mendidih ke dalam nampan kemudian ditutup kembali dan diikat dengan tali karet ban, disusun tumpuk bersilangan hingga 6-8 nampan di rak. Setelah dingin, kemudian diinokulasi dengan penambahan bibit Acetobacter xylinum sebanyak 10 % atau kurang lebih 100-120 ml, biarkan hingga 8-10 hari.

Peluang Bisnis Tempe Kedele

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  13.10








Jual Ragi Tempe
Telp.
087875885444 (Whatsapp)

Tempe adalah salah satu produk olahan kedele yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Tempe sudah menjadi produk makanan  dikenal hingga manca Negara. Di Indonesia, tempe sudah menjadi kebutuhan pokok karena menjadi sumber pemenuhan gizi yang murah terjangkau. Selain cita rasa-nya yang nikmat, tempe memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama kadar proteinnya sehingga tempe dapat menjadi menu alternatif untuk mengganti kebutuhan protein berasal dari daging yang harganya lebih mahal. Potensi pasar produk tempe dalam negeri cukup besar dan luas, bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu faktor penyebab tingginya konsumsi tempe di Indonesia antara lain adalah karena produksi daging dalam negeri yang masih rendah sehingga masih harus mengimpor dari negara lain.
Di Indonesia, selain menggunakan kedelai, tempe juga dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku seperti ampas tahu, jagung, benguk, dan lain-lain. Namun tempe lebih umum dan lebih disukai dari bahan baku kedelai. Tempe dengan menggunakan bahan baku kedelai memiliki cita rasa yang lebih nikmat dan gizi yang tinggi. Di Indonesia, produksi tempe umumnya masih menggunakan bahan baku kedelai transgenik dan sistem pertanian yang masih menggunakan bahan-bahan kimia. Kedelai transgenik lebih disukai oleh para pengrajin tempe karena memiliki ukuran yang lebih besar dan lebih seragam sehingga kualitas tempe yang dihasilkan lebih bagus dan lebih ekonomis dibandingkan kedelai lokal. Produksi bahan baku kedelai dalam negeri yang masih rendah dan kualitasnya juga kurang baik, menyebabkan sebagian besar bahan baku kedelai masih impor dari negara lain. Oleh karena itu, kita perlu meningkatkan produksi kedelai dan meningkatkan kualitas kedelai dengan mengembangkan rekayasa genetika dan sistem pertanian organik sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mampu menembus pasar internasional yang lebih luas.
Industri tempe adalah jenis usaha yang umumnya merupakan industri rumahan dengan investasi tidak terlalu besar dan jumlah karyawan sedikit. Namun, industri tempe telah banyak menjadi sumber penghidupan bagi rakyat kecil dan memenuhi kebutuhan produk pangan bergizi tinggi dan terjangkau bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk nasional yang terus meningkat, menunjukan bahwa potensi pasar produk tempe semakin besar dan merupakan peluang untuk mengembangankan bisnis tempe.
            Untuk memproduksi tempe dibutuhakn alat dan bahan sebagai berikut:

a. Bahan Pembuatan Tempe:
1. Kedelai Putih 10 Kg
2. Bibit tempe/Ragi Tempe 10gr
3. Air bersih

b. Alat-alat Pembuatan Tempe:
1. Panci
2. Kompor
3. Tampah 2 buah
4. Ember Plastik
5. Plastik Pembungkus
6. Kertas dan daun pisang

c. Proses Pembuatan Tempe Kedelai :
1. Sortasi kedelai dari bahan-bahan yang tidak berguna seperti daun, batang, pasir dan lain-lain.
2.Rendam kedelai 5-8 jam, dan buang airnya.
3.Rebus kedelai hingga mendidih, buang airnya.
4. diremas-remas untuk menghilangkan kulitnya dan agar kedelai terbelah, namun tidak hancur., sambil dicuci dengan air yang mengalir untuk menghilangkan lendirnya. Proses ini dapat dilakuakan dengan menggunakan mesin atau secara manual.
5. Kedelai yang telah dicuci bersih tersebut, kemudian dikukus hingga tanak.
6. Tiriskan, setelah dingin lakukan inokulasi dengan ragi tempe (Rhyzopus oryzae), aduk hingga rata.
7. Pengemasan dengan menggunakan plastik, atau daun pisang. Jika menggunakan kemasan plastik, berikan rongga udara dengan mencoblosi  permukaan kemasan plastik secara merata dengan menggunakan batang bambu ukuran o, 1 cm yang diruncingkan
8. Pemeraman dengan menggunakan rak selama kurang lebih 2 hari.
9. Pemanenan

Budidaya Kerapu

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  13.09









Ikan Kerapu (Epinephelus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai peluang pasar cukup menjanjikan baik domestik maupun pasar internasional. Hargannya cukup mahal dan permintaan cukup tinggi, sehingga banyak pebinis mulai banyak yang melirik bisnis budidaya ikan kerapu. Ikan kerapu merupakan jenis ikan yang hidup di air laut. Namun, beberapa pembudidaya dapat berhasil membudidayakannya di darat dengan teknologi bagaimana menjadikan air tawar menjadi seperti air laut. Ikan kerapu memiliki pertumbuhan cepat dan dapat di produksi masal untuk melayani permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup. Cara membudidayakan ikan kerapu merupakan teknik yang harus dipelajari terlebih dahulu sebelum terjun ki bisnis ini.
Sebelum kita mulai membudidayakn ikan kerapu harus kita ketahui dahulu metode yang digunakan dalam budidaya ini adalah manipulasi lingkungan untuk merangsang terjadinya perkawinan antara jantan dengan induk betina matang kelamin digunakan metode manipulasi lingkungan di bak yang terkontrol. Teknik pemijahan dengan manipulasi lingkunan ini telah dikembangkan berdasarkan pemijahan ikan kerapu di alam, yaitu dengan rangsangan atau kejutan faktor lingkungan seperti; suhu, kadar garam, kedalaman air dan masih banyak faktor yang mendukung. dalam pemijahan ikan kerapu ini mengikuti fase perederan bulan pada saat bulan terang atau bulan gelap.

1. Pemilihan Induk Ikan kerapu
Induk ikan kerapu yang di pijahkan dipelihara di laut dalam kurungan apung dengan padat penebaran induk 7,5 - 10 kg/m 3. pakan yang diberikan berupa ikan rucah segar berkadar lemak rendah. diluar pemijahan ikan, takaran pakan yang diberikan sebesar 3-5% dari total berat badan ikan per hari. sedangkan pada musim pemijahan diturunkan menjadi 1% disamping itu diberikan pula vitamin E dengan dosis 10-15 mg per ekor dalam seminggu.
2. Pemijahan Ikan Kerapu
Induk kerapu matang kelamin dipindahkan ke bak pemijahan yang sebelumnya telah diisi air laut bersih dengan ketingian 1,5 m dan salinitas + 32 . Manipulasi lingkungan dilakukan menjelang bulan gelap yaitu dengan cara menaikkan dan menurunkan permukaan/tinggi air setiap hari. Mulai jam 09.00 sampai jam 14.00 permukaan air diturunkan sampai kedalaman 40 cm dari dasar bak. Setelah jam 14.00 permukaan air dikembangkan ke posisi semula (tinggi air 1,5 m). Perlakuan ini dilakukan terus menerus sampai induk memijah secara alami. Rangsangan hormonal induk kerapu matang kelamin di suntik dengan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HGG) dan Puberogen untuk merangsang terjadinya pemijahan. Takaran hormon yang diberikan adalah : HGG 1.000 - 2.000 IU/kg induk  Puberogen 150 - 225 RU/kg induk Pengamatan pemijahan ikan dilakukan setiap hari setelah senja sampai malam hari. Pemijahan umumnya terjadi pada malam hari antara jam 22.00 - 24.00 WIB. Diduga musim pemijahannya terjadi 2 kali bulan Juni -September dan bulan Nopember - Januari. Bila diketahui telah terjadi pemijahan, telur segera dipanen dan dipindahkan ke bak penetasan.bak pemeliharaan larva.

3. Penetasan Telur Ikan Kerapu
Bak yang dipergunakan untuk penetasan telur sekaligus juga merupakan bak pemeliharaan larva, terbuat dari beton, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 4 x 1 x 1 m . Tiga hari sebelum bak penetasan/bak pemeliharaan larva digunakan, perlu dipersiapkan dahulu dengan cara dibersihkan dan dicuci hamakan memakai larutan chlorine (Na OCI) 50 - 100 ppm. Setelah itu dinetralkan dengan penambahan larutan Natrium thiosulfat sampai bau yang ditimbulkan oleh chlorine hilang. Air laut dengan kadar garam 32  dimasukkan ke dalam bak, satu hari sebelum larva dimasukkan dengan maksud agar suhu badan stabil berkisar antara 27 - 28C. Telur hasil pemijahan dikumpulkan dengan sistim air mengalir. Telur yang dibuahi akan mengapung dipermukaan air dan berwarna jernih (transparan). Sebelum telur ditetaskan perlu direndam dalam larutan 1 - 5 ppm acriflavin untuk mencegah serang bakteri. Padat penebaran telur di Bak Penetasan berkisar 20 - 60 butir/liter air media. Ke dalam bak penetasan perlu ditambahkan Chlorella sp sebanyak 50.000 -100.000 sel/ml untuk menjaga kualitas air. Telur akan menetas dalam waktu 18 - 22 jam setelah pemijahan pada suhu 27 - 28C dan kadar garam 30 - 32 .
 4. Pemeliharaan Larva Ikan Kerapu
Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 - 3 ekor/ml. Disamping itu ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 - 10 sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media. Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru menetas dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli artemia ini dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh belas (D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari, kemudian secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari ke Artemia setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari. Skema jenis dan pemberian pakan larve kerapu dapat dilihat pada Gambar 3. Pemberian pakan dengan cincangan daging ikan mulai dicoba pada saat metamorfosa larva sempurna menjadi benih ikan kerapu.
5. Perkembangan Larva Ikan Kerapu
Larva yang baru menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan gerakannya tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan berubah bentuk menyerupai kerapu dewasa setelah berumur 31 hari.
Masa kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9 hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh yang sangat panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke 22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yan masih kecil maupun yang sudah besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar (whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik lalu mati. Pada kasus tersebut diupayakan dengan cara merubah pakan Artemia dengan kandungan W3 HUFA yang lebih tingi. Dari kasus ini tentunya dapat diajukan suatu hepotesa sementara bahwa kurannya unsur tertentu pada larva kerapu dalam waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kondisi fisik dan kelangsungan hidup larva.
6. Pengolahan Kualitas Air
Bak penetasan telur yang sekaligus merupakan bak pemeliharaan larva perlu dijaga kualitas airnya dengan penambahan phytoplankton Chlorella, dengan kepadatan 5.10 3 - 10 4 sel/ml. Phytoplankton akan meminimalisir pembusukkan yang ditimbulkan oleh telur yang tidak menetas dan sisa cangkang telur yang ditinggalkan. Pembersihan dasar bak dengan cara penyiponan dilakukan pada hari pertama dengan maksud untuk membuang sisa-sisa telur yang tidak menetas dan cangkang telur. Penggantian air dilaksanakan pertama kali pada saat larva berumur 6 hari (D6) yaitu sebanyak 5 - 10%. Penggantian air dilakukan setiap hari dan dengan bertambahnya umur larva, maka volume air yang perlu diganti juga semakin banyak. Pada saat larva telah berumur 30 hari (D30) pengganti air dilakukan sebanyak 20% dan bila larva telah berumur 40 hari (D40) air yang diganti sebanyak 40.

Demikianlah sekilas ulasan tentang cara budidaya ikan kerapu. Semoga bermanfaat.

Peluang Bisnis Kecap Kedele

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  13.08





Jual Ragi Kecap Aspergillus sojae. Aspergillus oryzae
Telp. 087875885444 (Whatsapp)

Kecap dapat diolah dari berbagai macam jenis bahan, antara lain adalah; kedelai hitam, kedelai kuning, kacang benguk, air kelapa dan lain-lain. Namun, kecap dengan bahan baku kedelai hitam memiliki cita rasa yang lebih nikmat dan tampilan lebih menarik. Proses pembuatan kecap melibatkan pemanfaatan bioteknologi, dengan memanfaatkan kapang Aspergillus oryzae, Aspergillus sojae, Aspergillus wenti, Rhizophus olygosporus. Proses pembuatan kecap cukup lama, proses fermentasi dengan kapan kurang lebih berlangsung 2-3 hari, sedangkan proses fermentasi selanjutnya dalam larutan garam 25% kurang lebih 3-6 bulanan. Proses fermentasi yang cukup lama bertujuan untuk menghasilkan cita rasa yang nikmat dan aroma yang lebih menarik.
Proses pembuatan kecap adala sebagai berikut:
1.       sortasi kedelai
2.       perendaman kedelai 3-5 jam
3.       perebusan atau pengukusana
4.       penirisan
5.       inokulasi dengan Kapang
6.       fermentasi 2-3 hari
7.       Fermentasi dengan larutan garam 25% selama 3 bulanan
8.       Pemasakan dengan bumbu-bumbu yang dihaluskan (garam, bawang putih, lengkuas, salam, sereh, dll) dan tambahkan gula merah dengan kualitas baik, diaduk hingga mengental.
9.       penyaringan dan pengemasan.

Demikian proses pembuatan kecap manis secara sederhana, semoga bermanfaat.

Mencari Solusi Pengganti AGP Pada Peternakan Unggas

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  13.06






Jual Probiotik : Bacillus subtilis, Pseudomonas fluorescens, Lactobacillus
Telp. 087875885444 (Whatsapp)




Pada awal tahun 2018, pemerintah membuat suatu kebijakan pelarangan terkait dengan pemakaian imbuhan pakan ternak, Antibiotic Growth Promoters (AGP) dan Ractopamine. Residu AGP dari hasil produksi ternak, dikhawatirkan menimbulkan resistensi bagi orang yang mengkonsumsi daging atau telur. Pelarangan penggunaan AGP berakibat meningkatnya penyakit pada hewan ternak unggas, baik petelur maupun pedaging sehingga menurunkan produktifitas secara signifikan.
Antibiotik pada dunia perunggasan memiliki peran sebagai: Terapeutik, artinya antibiotik diberikan kepada hewan sakit agar sembuh dari agen penyakit kausatifnya. Metafilaksis (kontrol), artinya antibiotik diberikan kepada hewan suspek pada daerah yang ditemukan penyakit agar mengurangi penyebaran penyakit. Profilaksis (pencegahan), artinya antibiotik diberikan kepada hewan sehat untuk memberikan proteksi agar tidak terkena penyakit. Antibiotic Growth Promoter / AGP (antibiotik imbuhan pakan), artinya antibiotik diberikan untuk mengeliminir bakteri merugikan saluran pencernaan agar mendapatkan bobot badan serta rasio konversi pakan yang lebih baik.
AGP sendiri diberikan pada unggas dengan dosis sub-terapeutik atau dibawah dosis normal untuk terapi. Karena target AGP sendiri adalah kepada bakteri pada permukaan saluran pencernaan, sehingga pemberian dosis sub-terapeutik diharapkan tidak terdistribusi jauh hingga ke dalam organ dan tidak meninggalkan residu pada daging dan telur saat dipanen. Kelarutan dari jenis antibiotik juga berpengaruh terhadap distribusi obat tersebut di dalam tubuh, seperti contoh AGP jenis Flavomisin yang larut air dan polar menyebabkan pemberian dosis tinggi tidak diserap tubuh dan tidak memerlukan waktu henti (withdrawal time) untuk residu. Berbeda dengan jenis Oksitetrasiklin yang sangat larut lemak dan tidak polar menyebabkan pemberian dosis rendah tetap diserap tubuh dan  memerlukan waktu henti untuk residu dapat hilang.
WHO melakukan upaya pengurangan penggunaan antibiotik secara berlebihan pada peternakan dan perikanan. Di Indonesia mulai diberlakukan pelarangan penggunaan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan berdasarkan undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Walaupun undang-undangnya sudah ada, namun hingga tahun ini antibiotik imbuhan pakan belum sepenuhnya dapat dieliminasi. Hal ini dikarenakan jika langsung dihilangkan begitu saja, maka industri perunggasan dapat mengalami krisis. Diantaranya konversi pakan membengkak dan deplesi yang tinggi akibat Necrosis Enteritis.
Pelarangan AGP dikarenakan  sudah tingginya kejadian resistensi bakteri terhadap banyak jenis antibiotik, bahkan antibiotik yang dipersiapkan untuk menangani kasus bakteri multi-resisten. Sebagai contoh kasus infeksi seperti yang disebabkan oleh VRE (Vancomycin-resistant Enterococci) atau CRE (Carbapenem-resistant Enterobacteriaceae) tentu akan sangat sulit untuk diobati. AGP sendiri telah terbukti dapat menyebabkan resistensi silang antara antibiotik dalam satu golongan. Sebagai contoh Virginiamisin yang hanya diberikan kepada hewan sebagai AGP dapat menyebabkan resistensi silang dengan Quinupristin/Dalfopristin yang merupakan antibiotik second-line pada manusia. Hal ini dikarenakan keduanya masuk dalam golongan antibiotik yang sama, yakni Streptogramin. Resistensi silang ini menyebabkan kekebalan bakteri jenis tertentu terhadap semua jenis antibiotik Streptogramin, walaupun manusia yang terinfeksi bakteri tersebut belum pernah meminum antibiotik golongan Streptogramin sebelumnya.
Di negara besar lainnya sendiri sebenarnya terdapat beberapa regulasi yang berbeda-beda. Amerika Serikat dan Kanada melarang penggunaan golongan antibiotik yang penting di manusia sebagai AGP. Golongan antibiotik yang penting adalah daftar golongan antibiotik yang dikeluarkan oleh WHO yang dianggap vital bagi manusia karena keefektivitasannya dalam mengobati penyakit.  Prakteknya adalah antibiotik seperti Avoparcin yang merupakan AGP yang hanya dipakai untuk hewan, namun karena tergolong antibiotik golongan Glikopeptida (Vancomisin) yang termasuk penting di manusia sehingga tidak diperbolehkan digunakan sebagai AGP. Sedangkan golongan antibiotik yang tidak digunakan pada manusia seperti Flavofosfolipol (Flavomisin / Bambermisin) atau Ionofor masih dapat dipergunakan sebagai AGP.
Di Eropa sendiri tertanggal 1 januari 2006 telah melarang semua jenis antibiotik yang ditujukan sebagai Growth Promoter, baik yang digunakan di manusia ataupun tidak. Artinya AGP seperti Flavomisin juga dilarang dipergunakan. Walapun demikian, Ionofor (Monensin, Salinomisin, Lasalocid, dll), salah satu jenis antibiotik yang ditujukan untuk mengatasi koksidia, masih diperbolehkan digunakan di unggas sebagai pencegahan koksidia dan NE, walaupun penggunaannya pada ruminansia telah dilarang karena tujuannya lebih sebagai AGP.
Sebenarnya telah banyak penemuan dan produsen obat yang menawarkan pengganti AGP ini, mulai dari enzim, minyak esensial, asam organik, probiotik, prebiotik, dll yang terbukti dapat mengeliminir bakteri yang merugikan pada saluran pencernaan. Walaupun demikian, penggunaanya tanpa perbaikan mutu pakan di feedmill atau perbaikan manajemen di farm akan sangat tidak mungkin dapat dilakukan demi mendapatkan performa yang maksimal. Perbaikan di feedmill seperti perbaikan kecernaan pakan atau manajemen ammonia di farm tentu akan sangat membantu pengganti AGP tersebut dalam mengontrol flora di saluran pencernaan.
Pada akhirnya, AGP sebenarnya sangat diperlukan di unggas. Namun karena dampak negatifnya terhadap manusia, penggunaan antibiotik hendaknya dikembalikan lagi hanya sebagai terapeutik. Penambahan pengganti AGP, perbaikan pakan di feedmill dan manajemen di farm harus dilakukan secara holistik untuk menjaga agar performa unggas tetap baik walaupun AGP telah diberhentikan. Pengawasan penggunaan antibiotik di hewan, baik unggas khususnya atau hewan lain pada umumnya juga harus lebih diperketat oleh dokter hewan (antibiotic stedwardship), karena pada prinsipnya kasus resistensi disebabkan karena pemberian antibiotik yang tidak tepat sasaran. Pengetahuan dokter hewan mengenai antibiotik juga harus diperdalam, sehingga pada saat menangani suatu kasus dapat memberikan antibiotik secara akurat, tepat dan benar, sehingga kejadian resistensi silang dapat ditekan.

Peluang Usaha Mengolah Singkong Menjadi Nata De Cassava

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  13.04





Jual Bibit Acetobacter xylinum
Telp. 087875885444 (Whatsapp)


Singkong adalah salah satu komoditas pertanian unggulan Indonesia. Singkong telah banyak diolah menjadi aneka produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi diantaranya adalah; tapioka, tepung mocaf, bioetanol, casapro, pakan ternak, dan berbagai aneka makanan camilan.  saat ini, singkong telah dikembangkan menjadi nata de cassava-bahan baku minuman kemasa. Pengolahan singkong menjadi nata de cassava merupakan temuan yang sangat bermanfaat bagi industri minuman karena bisa menjadi subtitusi  nat de coco yang kebutuhannya sangat tinggi. Industri minuman nata de coco memiliki permintaan yang sangat tinggi karena selain memiliki pasar domestik juga pasar manca negara. Kebutuhan pabrik minuman nata de coco masih belum terpenuhi secara maksimal, karena masih terkendala keterbatasan bahan baku air kelapa. Nata de cassava yang berbahan baku singkong memiliki keunggulan bahan baku yang melimpah dan karakteristik natanya tidak beraroma menyengat, serta lebih kenyal tidak terlalu alot.

Nata de cassava secara tampilan mirip dengan nata de coco yaitu berbentuk jel, warna putih, kenyal, berserat tinggi. Nata de cassava lebih lunak tidak alot, dan aroma nya tidak terlalu menyengat dibanding dengan nata de coco-nata berbahan baku air kelapa. Nata merupakan bahan baku produk minuman kemasan yang sudah sangat popular dan banyak disukai kalangan. Saat ini kebutuhan air kelapa untuk industi nata de coco semakin bersaing, seiring dengan tingginya permintaan nata de coco. Ketersediaa bahan baku singkong yang melimpah menjadi keunggulan tersendiri pengembangan industry nata de cassava sebagai subtitusi nata de coco. 

Urutan proses pembutan nata de cassava adalah sebagai berikut:
1. Pengupasan
Singkong yang telah ditimbang, kemudian dikupas dengan menggunakan pisau. Kemudian singkong yang telah dikupas ditampung dalam ember yang berisi air agar tidak terjadi penambahan asam sianida yang menyebabkan warna singkong menjadi biru dan berasa pahit.
2. Pencucian
Singkong yang telah dikupas, kemudian dicuci hingga bersih dengan menggunakan air yang mengalir.
3. Pemarutan
Proses pemarutan dilakukan dengan menggunakan mesin pemarut. Proses pemarutan dengan menggunakan mesin pemarut lebih efesien dan lebih cepat.
4.Pengenceran
Singkong yang telah diparut kemudian diencerkan dengan penambahan air bersih kurang lebih 50 liter per 5 Kg umbi singkong yang telah dikupas. Air yang digunakan untuk pengenceran harus dengan menggunakan air yang bebas dari bahan kimia seperti kaporit atau tercemar bahan kimia lainnya.
5. Perebusan I
Tambahkan enzim αlfa-amilasi sebanyak 10-15 ml. Kemudian lakukan pengadukan sampai merata. Setelah mendidih, larutan diangkat kemudian pada saat proses pendinginan mencapai suhu kurang lebih 60-65˚C ditambahkan enzim gluco-amylase sebanyak 10-15 ml, biarkan sampai dingin kurang lebih 2-3 hari.
6.Penyaringan
Setelah larutan menjadi dingin lakukan penyaringan dan pemerasan/pengepresan dengan menggunakan kain atau menggunakan alat pengepres mekanik.
7.Perebusan II
Larutan sebanyak 50 liter yang telah disaring dan dipisahkan ampasnya, kemudian direbus lagi. Kemudian tambahkan asam asetat sebanyak 200 ml. Setelah mendidih tambahkan ZA (ammonium sulfat) sebanyak 150 gram.
8.Fermentasi / inkubasi
Siapkan nampan bersih, tutup koran dengan diikat karet ban secara melingkar pada bagian tepi nampan, lalu susun pada rak. Jika media larutan singkong telah mendidih, kemudian buka salah satu bagian ujung nampan, tuangkan larutan dalam keadaan mendidih ke dalam nampan kemudian ditutup kembali dan diikat dengan tali karet ban, disusun tumpuk bersilangan hingga 6-8 nampan di rak. Setelah dingin, kemudian diinokulasi dengan penambahan bibit Acetobacter xylinum sebanyak 10 % atau kurang lebih 100-120 ml, biarkan hingga 8-10 hari.

Pemanfaatan Bioteknologi Pada Industri Perikanan

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  13.02






  Sekstor perikanan adalah sektor ekonomi yang sedang digalakan di seluruh dunia. Permintaan komoditas ikan yang tinggi dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun menyebabkan semakin meningkatnya industri perikanan di beberapa negara termasuk Indonesia. Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dan perairan daratan yang potensial untuk dikembangkan industri perikanan. Produksi ikan nasional berasal dari ikan tangkap dan hasil budidaya. Kegiatan budidaya ikan secara intensif mulai berkembang di Indonesia seiing dengan meningkatnya permintaan pasar, baik domestik maupun luar negeri. Budidaya ikan air tawar yang sedang popular seperti nila, patin, mujair, lele, mujair dan lain-lain. Saat ini juga sedang digalakan tambak-tambak udang di tepi pantai atau perairan darat, jenis udang yang banyak dibudidauyakan adalah jenis udang vannamei, galah, dan lobster.

Penerapan sistem budidaya intensif dan ramah lingkungan sangat diperlukan guna meningkatkan produksi.  Tingginya angka kematian dan rendahanya konversi pakan (FCR) menyebabkan menurunya produksifitas. Tingginya angka kematian seringkali disebabkan oleh faktor cuaca atau penyakit. Faktor cuaca yang ekstrim seperti hujan yang terus menerus dan suhu yang dingin seringkali menjadi penyebab kegagalan panen pada budidaya udang vannamei. Selain itu, faktor penyebabkan kematian juga dapat disebabkan oleh racun amoniak dan nitrit hasil sisa pakan dan juga limbah berbahaya yang mencemari lingkungan. Untuk menekan angka kematian, para pelaku usaha budidaya perikanan umumnya menggunakan bahan obat-obatan kimia. Penggunaan obat-obatan kimia memang mampu secara efektif menekan berkembangnya penyakit, namun disisi lain efek negatifnya adalah residu bahan kimia pada kimia dapat menjadi masalah kesehatan bagi manusia. Di beberapa negara maju sudah mulai mensyaratkan komoditi ikan yang masuk ke negaranya harus bebas residu kimia. Oleh karena itu pentingnya para pembudidaya perikanan di Indonesia untuk menerapkan best aquaculture practices dalam sertifikasi produk akuakultur yang diekspor, mensyaratkan praktek akuakultur yang ramah lingkungan.

Perkembangan teknologi akuakultur saat ini perlu memfokuskan pada upaya budidaya perikanan yang ramah lingkungan. Saat ini para pembudidaya sudah mulai memanfaatkan mikroba probiotik untuk menekan bakteri pathogen dan memperbaiki kondisi lingkungan air (bioremediasi). Penggunaan probiotik untuk sektor perikanan cukup efektif untuk menekan tingkat kematian dan meningkatkan produksi. Beberapa jenis mikroba mampu meningkatkan konversi pakan (FCR) seperti golongan Lactobacillus. Beberapa jenis mikroba juga mampu menetralisir racun amoniak dan nitrit sisa pakan yang dapat membunuh ikan, beberapa jenis mikroba jenis ini antara lain adalah Nitrobacter, Nitrosomonas, dll. Amoniak (NH3) merupakan hasil dari katabolisme protein dalam tubuh organisme akuatik yang tidak terionisasi melalui insang. Amoniak mengandung unsure Nitrogen dan Hidrogen. Nitrogen dalam sistem akuakultur terutama berasal dari pakan buatan yang biasanya mengandung protein dengan kisaran 13 - 60% (2 - 10% N) tergantung pada kebutuhan dan stadia organisme yang dikultur (Avnimeleeh & Ritvo, 2003; Gross & Boyd 2000; Stickney, 2005). Dari total protein yang masuk ke dalam sistem budidaya, sebagian akan dikonsumsi oleh organisme budidaya dan sisanya terbuang ke dalam air. Protein dalam pakan akan dicerna namun hanya 20 - 30% dari total nitrogen dalam pakan dimanfaatkan menjadi biomasa ikan (Brune et al., 2003).

Beberapa jenis mikroba mampu merombak limbah menjadi bioflock yang dapat menjadi sumber pakan ikan. Penelitian dan penerapan Biofloc adalah sejak tahun 1941 pada pengolahan air limbah di Amerika, untuk mensubtitusi penggunaan plankton.  Bioflok atau Flok merupakan istilah bahasa slang dari istilah bahasa baku “Activated Sludge” (“Lumpur Aktif”) yang diadopsi dari proses pengolahan biologis air limbah (biological wastewater treatment). Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflocs adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Poli hidroksi alkanoat ( PHA ), terutama yang spesifik seperti poli β‐hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara substansi substansi pembentuk bioflocs.  Bioflocs terdiri atas partikel serat organik yang kaya akan selulosa, partikel anorganik berupa kristal garam kalsium karbonat hidrat, biopolymer (PHA), bakteri, protozoa, detritus (dead body cell), ragi, jamur dan zooplankton. Bakteri yang mampu membentuk bioflocs diantaranya:  Zooglea ramigera,  Escherichia intermedia,  Paracolobacterium aerogenoids, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Flavobacterium, Pseudomonas alcaligenes, Sphaerotillus natans, Tetrad dan Tricoda
         Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif baru dalam mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik pcngolahan limbah domestik secara konvensional (Avnimelech, 2006; de Schryver et al., 2008). Prinsip utama yang diterapkan dalam teknologi ini adalah manajemen kualitas air yang didasarkan pada kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan N organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Secara teoritis, pemanfaatan N oleh bakteri heterotrof dalam sistem akuakultur disajikan dalam reaksi kimia berikut (Ebeling et al., 2006): Secara teoritis untuk mengkonversi setiap gram N dalam bentuk ammonia, diperlukan 6,07 g karbon organik dalam bentuk karbohidrat, 0,86 karbon anorganik dalam bentuk alkalinitas dan 4,71 g oksigen terlarut. Dari persamaan ini juga diperoleh bahwa rasio C/N yang diperlukan oleh bakteri heterotrof adalah sekitar 6. 
Kemampuan bioflok dalam mengontrol konsentrasi ammonia dalam sistem akuakultur secara teoritis maupun aplikasi telah terbukti sangat tinggi. Secara teoritis Ebeling et al. (2006) dan Mara (2004) menyatakan bahwa immobilisasi ammonia oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat daripada oleh bakteri nitrifikasi. Secara aplikasi de Schryver et al. (2009) menemukan bahwa bioflok yang ditumbuhkan dalam bioreaktor dapat mengkonversi N dengan konsentrasi 110 mg NH4/L hingga 98% dalam sehari. Kondisi yang mendukung pembentukan Bioflocs; Aerasi dan pengadukan (pergerakan air oleh aerator), Karbon dioksida (CO2)
a. Aerasi dan pengadukan (pergerakan air oleh aerator)
Oksigen jelas diperlukan untuk pengoksidasian bahan organik (COD/BOD), kondisi optimum sekitar 4‐5 ppm oksigen terlarut. Pergerakan air harus sedemikian rupa, sehingga daerah mati arus (death zone) tidak terlalu luas, hingga daerah yang memungkinkan bioflocs jatuh dan mengendap relatif kecil.
b. Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida menjadi salah satu kunci terpenting bagi pembentukan dan pemeliharaan bioflocs. Bakteri gram negatif non pathogen seperti bakteri pengoksidasi sulfide menjadi sulfat ( Thiobacillus, photosynthetic bacteria seperti Rhodobacter), bakteri pengoksidasi besi dan Mangan ( Thiothrix ) dan bakteri pengoksidasi ammonium dan ammonia ( Nitrosomonas dan Nitrobacter ) memerlukan karbon dioksida untuk pembentukan selnya, mereka tidak mampu mengambil sumber karbon dari bahan organic semisal karbohidrat, protein atau lemak. Termasuk juga Zooglea, Flavobacterium, tetrad/tricoda dan bakteri pembentuk bioflocs lainnya. Bahkan Bacillus sendiri, sebagai pemanfaat karbon dari bahan organik dan menghasilkan gas karbon dioksida sebagai hasil oksidasinya, memerlukan karbondioksida dalam pernafasan anaerobnya ketika melangsungkan reaksi denitrifikasi.

Mencegah Bahaya Kontaminasi Logam Berat Pada Produk Pangan

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  12.52




Menerima Jasa Uji Lab
087875885444 (Whatsapp)

Produk pangan adalah produk yang sangat dibutuhkan oleh manusia yang bersumber dari komoditas pertanian, peternakan, perikanan. Produk pangan berupa produk olahan dalam kemasan atau produk segar merupakan produk yang memiliki karakteristik mudah rusak karena terkontaminasi mikroba, pengaruh tekanan atau suhu, atau bahan material yang berbahaya seperti potongan logam, tanah, batu atau logam berat yang sangat beracun seperti Hg, Pb, Cd, dan lain-lain. Kontaminasi dapat menimbulkan kerusakan produk pangan menjadi basi atau menghasilkan toksin berbahasa seperti aflaktoksin. Kontaminasi logam berat seperti Hg (mercury) bisa menimbulkan kematian dalam waktu yang cepat apabila melebihi batas yang dibolehkan. Kontaminasi bahan logam berat bisa terjadi melalui berbagai sumber selama proses produksi atau terbawa bersama bahan baku atau bahan pembantu produk olahan pangan. Logam berat merupakan logam non-esensial yang tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga apabila terkonsumsi oleh manusia melebih batas akan menimbulkan keracunan.
Merkuri merupakan salah satu logam berat yang paling berbahaya. Merkuri dengan nomor atom 80 dikenal juga sebagai “air raksa”, mempunyai simbol kimia Hg, yang merupakan singkatan dari bahasa Yunani “Hydrargyricum” yang berarti cairan perak.  Merkuri (Hg) merupakan salah satu dari jenis logam berat yang memiliki efek toksik paling berbahaya bersama dengan timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Cd, Pb, dan Hg dikenal sebagai the big three heavy metal (= tiga logam berat paling berbahaya) dengan tingkat toksisitas tertinggi pada kesehatan manusia. Merkuri dianggap sebagai logam berbahaya karena sebagai ion atau dalam bentuk senyawa tertentu mudah diserap ke dalam tubuh. Di dalam tubuh, merkuri dapat menghambat fungsi dari berbagai enzim bahkan dapat menimbulkan kerusakan sel.
Kehadiran logam berat Hg di lingkungan dapat terjadi melalui aktivitas gunung berapi, pelapukan batuan, dan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Namun, pencemaran merkuri di perairan laut lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia dibanding faktor alami. Kehadiran merkuri dapat terjadi secara alami tetapi kadarnya sangat kecil. Mayoritas merkuri yang ada di lingkungan berasal dari kegiatan antropogenik, seperti kegiatan: pertambangan, pembakaran bahan bakar fosil, pabrik pengolahan kertas, emisi smelter, dsb. Contoh pertambangan yang menghasilkan limbah mercury adalah penambangan emas, lalu kemudian dibuang ke lingkungan. Dalam proses pemurnian emas dengan proses pemanasan, apabila wadah yang digunakan merupakan wadah terbuka, maka uap merkuri dapat menguap ke atmosfer. Pada saat hujan turun, kemungkinan air hujan terkontaminasi merkuri akan sulit dihindari.
Mercury dapat berada dalam 3 bentuk, yaitu: metal (logam), senyawa-senyawa anorganik, dan senyawa organik. Merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat sangat merugikan. Pengaruh pencemaran merkuri terhadap ekologi bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan struktur komunitas, gen, jaringan makanan, tingkah laku, dan fisiologi hewan air. Di lingkungan, merkuri yang terdapat dalam limbah di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro organisme menjadi komponen methyl merkuri (senyawa organik) oleh mikroorganisme. Methyl merkuri memiliki daya racun tinggi, sukar terurai dibandingkan zat asalnya dan memiliki daya ikat yang tinggi pada jaringan tubuh, terutama pada biota perairan. Oleh karena itu, konsentrasi merkuri biasanya ditemukan lebih tinggi pada biota perairan dibandingan hewan darat. Masuknya methyl mercury ke tubuh ikan atau biota perairan lainnya dapat terjadi melalui proses penyerapan air melalui insang dan proses rantai makanan, kemudian terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuhnya.
Manusia dapat terpapar oleh merkuri melalui proses penghidupan uap merkuri secara langsung maupun melalui proses rantai makanan jika memakan asupan seperti ikan dan biota perairan yang sudah tercemar merkuri, produk olahan pangan, kosmetik dan lain-lain. Paparan merkuri dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, meskipun hanya dalam konsentrasi yang rendah. Keracunan oleh merkuri non-organik dapat mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati. Merkuri organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki plasenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.

Mencegah Bahaya Kontaminasi Logam Berat Pada Produk Pangan

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  12.45





Menerima Jasa Uji Lab
087875885444 (Whatsapp)

Produk pangan adalah produk yang sangat dibutuhkan oleh manusia yang bersumber dari komoditas pertanian, peternakan, perikanan. Produk pangan berupa produk olahan dalam kemasan atau produk segar merupakan produk yang memiliki karakteristik mudah rusak karena terkontaminasi mikroba, pengaruh tekanan atau suhu, atau bahan material yang berbahaya seperti potongan logam, tanah, batu atau logam berat yang sangat beracun seperti Hg, Pb, Cd, dan lain-lain. Kontaminasi dapat menimbulkan kerusakan produk pangan menjadi basi atau menghasilkan toksin berbahasa seperti aflaktoksin. Kontaminasi logam berat seperti Hg (mercury) bisa menimbulkan kematian dalam waktu yang cepat apabila melebihi batas yang dibolehkan. Kontaminasi bahan logam berat bisa terjadi melalui berbagai sumber selama proses produksi atau terbawa bersama bahan baku atau bahan pembantu produk olahan pangan. Logam berat merupakan logam non-esensial yang tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga apabila terkonsumsi oleh manusia melebih batas akan menimbulkan keracunan.
Merkuri merupakan salah satu logam berat yang paling berbahaya. Merkuri dengan nomor atom 80 dikenal juga sebagai “air raksa”, mempunyai simbol kimia Hg, yang merupakan singkatan dari bahasa Yunani “Hydrargyricum” yang berarti cairan perak.  Merkuri (Hg) merupakan salah satu dari jenis logam berat yang memiliki efek toksik paling berbahaya bersama dengan timbal (Pb) dan kadmium (Cd). Cd, Pb, dan Hg dikenal sebagai the big three heavy metal (= tiga logam berat paling berbahaya) dengan tingkat toksisitas tertinggi pada kesehatan manusia. Merkuri dianggap sebagai logam berbahaya karena sebagai ion atau dalam bentuk senyawa tertentu mudah diserap ke dalam tubuh. Di dalam tubuh, merkuri dapat menghambat fungsi dari berbagai enzim bahkan dapat menimbulkan kerusakan sel.
Kehadiran logam berat Hg di lingkungan dapat terjadi melalui aktivitas gunung berapi, pelapukan batuan, dan sebagai akibat dari aktivitas manusia. Namun, pencemaran merkuri di perairan laut lebih banyak disebabkan oleh faktor manusia dibanding faktor alami. Kehadiran merkuri dapat terjadi secara alami tetapi kadarnya sangat kecil. Mayoritas merkuri yang ada di lingkungan berasal dari kegiatan antropogenik, seperti kegiatan: pertambangan, pembakaran bahan bakar fosil, pabrik pengolahan kertas, emisi smelter, dsb. Contoh pertambangan yang menghasilkan limbah mercury adalah penambangan emas, lalu kemudian dibuang ke lingkungan. Dalam proses pemurnian emas dengan proses pemanasan, apabila wadah yang digunakan merupakan wadah terbuka, maka uap merkuri dapat menguap ke atmosfer. Pada saat hujan turun, kemungkinan air hujan terkontaminasi merkuri akan sulit dihindari.
Mercury dapat berada dalam 3 bentuk, yaitu: metal (logam), senyawa-senyawa anorganik, dan senyawa organik. Merkuri dan turunannya sangat beracun, sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat sangat merugikan. Pengaruh pencemaran merkuri terhadap ekologi bersifat jangka panjang, yaitu meliputi kerusakan struktur komunitas, gen, jaringan makanan, tingkah laku, dan fisiologi hewan air. Di lingkungan, merkuri yang terdapat dalam limbah di perairan umum diubah oleh aktifitas mikro organisme menjadi komponen methyl merkuri (senyawa organik) oleh mikroorganisme. Methyl merkuri memiliki daya racun tinggi, sukar terurai dibandingkan zat asalnya dan memiliki daya ikat yang tinggi pada jaringan tubuh, terutama pada biota perairan. Oleh karena itu, konsentrasi merkuri biasanya ditemukan lebih tinggi pada biota perairan dibandingan hewan darat. Masuknya methyl mercury ke tubuh ikan atau biota perairan lainnya dapat terjadi melalui proses penyerapan air melalui insang dan proses rantai makanan, kemudian terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan tubuhnya.
Manusia dapat terpapar oleh merkuri melalui proses penghidupan uap merkuri secara langsung maupun melalui proses rantai makanan jika memakan asupan seperti ikan dan biota perairan yang sudah tercemar merkuri, produk olahan pangan, kosmetik dan lain-lain. Paparan merkuri dalam tubuh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, meskipun hanya dalam konsentrasi yang rendah. Keracunan oleh merkuri non-organik dapat mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati. Merkuri organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki plasenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan kromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.

Peluang Bisnis Menjanjikan: Mengolah Air Kelapa Menjadi Nata De Coco

by Vidiansyah (Khalil Rahman)  |  at  12.39









Jual Bibit Nata De Coco (Acetobacter xylinum)
087875885444 (Whatsapp)

Peluang bisnis nata de coco cukup menjajikan, saat ini berbagai aneka produk nata de coco di pasaran  cukup banyak dengan berbagai variasi cita rasa, baik diproduksi produsen skala besar atau home industri. Hal ini menunjukan bahwa pangsa pasar produk nata de coco cukup besar. Beberapa produk nata de coco telah menembus pasar manca negara. Permintaan nata de coco meningkat umumnya pada musim panas, bulan puasa dan lebaran. Nata de coco dapat diolah menjadi minuman kemasan siap saji yang lezat dan nikmat. Pemasaran relatif mudah dengan kerjasama dengan warung, took, atau supermarket. Selain itu, kita juga dapat menjadi pemasok nata de coco setengah jadi berupa lembaran atau potongan yang disuplai ke pabrik minuman kemasan skala besar seperti Garuda Food, Wong Coco, Inaco, dan lain-lain.

Jika anda tertarik untuk berwirausaha nata de coco, maka penting sekali untuk menguasai teknik produksi membuat nata de coco. Membuat nata de coco tidak lah sulit. Usaha nata de coco dapat dikerjakan dalam skala rumah tangga dan modal yang tidak terlalu besar. Proses produksi nata de coco adalah meliputi dari penerimaan bahan baku air kelapa sampai menjadi produk setengah jadi atau menjadi produk siap saji. Proses Produksi nata de coco dapat dilakukan setelah bibit Acetobacter xylinum diperbanyak sesuai kebutuhan rencana produksi. Proses produksi nata de coco adalah sebagai berikut:

a). Bahan Baku Dan Bahan Pembantu
1. Air kelapa 50 liter
2. Gula pasir 200 gr 
 3. Asam asetat 200 ml



b). Peralatan
Nampan ukuran 34 x 27 x 5 cm, 2000 nampan.
Timbangan kapasitas 1000 gr untuk menimbang bahan di bawah 1000 gr.
Tungku berbahan bakar kayu.
Corong plastik  untuk memasukkan air kelapa dan minyak tanah.
Saringan plastik diameter 30 cm, untuk memisahkan kotoran.
Panci stainless kapasitas 50 liter, 4 buah untuk merebus media air kelapa.
Bak plastik kapasitas 30 liter  6 buah untuk  penampung nata.
Kertas koran ukuran 36 x 28 cm 50 Digunakan menutup nampan selama fermentasi.
Gelas ukur plastik kapasitas 1 liter sebagai alat ukur volume untuk  menuang cairan ke dalam nampan.
Kain lap untuk membersihkan nampan.
Karet ban sesuai ukuran nampan untuk mengikat koran pada loyang
Karet gelang untuk mengikat loyang agar koran tidak menempel di media.
Pengaduk kayu  untuk mengaduk air kelapa pada  saat perebusan.

c). Prosedur Kerja  
Siapkan nampan yang akan digunakan dan telah disterilkan terlebih dulu dengan dijemur hingga kering. Kemudian nampan tersebut ditutup koran dan diikat dengan tali karet ban dan disusun pada rak-rak, bisa ditumpuk 5 sampai 7 nampan.
Air kelapa yang akan digunakan disaring dengan menggunakan saringan untuk memisahkan kontaminan berupa material fisik. Air kelapa yang baik pH 3-4.
Masukan  air kelapa sebanyak 50 liter ke dalam panci.
Rebus air kelapa sampai mendidih. Buang busa yang terbentuk selama pemanasan.
Setelah mendidih tambahkan bahan-bahan pembantu gula pasir, dan  terakhir asam cuka pekat sampai larutan mencapai keasaman pH 3-4.
Kemudian larutan tersebut dalam keadaan panas dituangkan ke dalam nampan yang telah disterilkan dan telah ditutup koran diikat tali karet ban.
Setelah media air kelapa dingin (suhu kamar) kira-kira 7 jam, ditambahkan stater Acetobacter xylinum sebanyak 120 ml untuk tiap nampan yang berisi 1,2 liter larutan dan wadah ditutup kembali dengan koran. Inkubasi dilakukan selama 7-8 hari dalam ruangan yang telah dikondisikan suhu, kelembaban dan kebersihan lingkungannya. Ruang fermentasi diusahakan tertutup, kering dan tidak ada aktivitas orang lalu lalang. Pada saat inkubasi inilah terjadi proses fermentasi, yaitu terbentuknya lapisan nata dipermukaan media larutan.

Setelah proses inkubasi selama 7-8 hari, kemudian dilakukan pemanenan. Ketebalan nata dapat mencapai 1-1,5 cm. Dalam kondisi normal fermentasi selama 8 hari sudah mencapai ketebalan yang dimaksud. Nata lempeng dipisahkan dari nampan ditampung sementara dengan menggunakan ember. Media yang tidak jadi atau atau berjamur dipisahkan langsung dengan menggunakan wadah yang berbeda. Cairan nata yang tidak jadi dan tercemar jamur segera dibuang jauh dari ruang fermentasi. Kriteria keberhasilan dalam pembuatan nata yaitu terbentuknya nata berwarna putih kekuningan, tidak terdapat jamur dan noda dengan ketebalan 1-1.5 cm, permukaan sempurna/ tidak cacat, cairan dalam nampan hampir tidak ada.

Sortasi atau pemisahan nata berdasarkan kualitas. Sortasi dilakukan sebelum lembaran nata tersebut dimasukan dalam wadah penampungan. Jangan mencampurkan nata yang bagus dengan yang jelek. Nata yang terkontaminsasi dengan jamur, berlubang, tipis dipisahkan sendiri. Nata yang terkontaminasi jamur dapat menjalar mengkontaminasi lebih luas. Lapisan tipis yang terdapat di lembaran nata selanjutnya dibersihkan dengan cara mengerok dengan pisau.
Penyimpanan nata dalam bak atau drum plastik dengan menambahkan air kurang lebih 20% volume bak atau drum plastik tersebut.  Selama penyimpanan hindari terkena cahaya matahari secara langsung, terkontaminasi dengan bahan kimia berbahaya, kekurangan air. Nata yang tidak terendam selama penyimpanan, pada permukaannya ditumbuhi jamur dan akan menyebabkan kebusukan.
Nata lembaran dipotong-potong dengan bentuk dadu, serut, atau bubble dapat menggunakan mesin pemotong jika kapasitas besar, atau dengan menggunakan pisau atau gunting untuk skala home industri.
Jika akan disajikan atau dikemas sebagai minuman sirup nata de coco,  nata potongan tersebut direbus 2-3 kali, air rebusan dibuang hingga bau menjadi netral. Nata potongan tersebut siap disajikan bersama sirup atau sebagai produk olahan lainnya.

Proudly Powered by Blogger.